Western Shock Masyarakat Jepang Pada Awal Zaman Meiji
Latar Belakang
Jepang saat ini dikenal sebagai salah satu negara maju di dunia. Jepang terletak di kawasan Asia, tepatnya di Asia Timur. Negara Jepang maju dalam berbagai bidang, seperti bidang teknologi, olahraga, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. Hal tersebut tentulah tidak didapat secara instan, melainkan butuh waktu yang lama bagi Jepang untuk menjadi negara maju.
Sejarah Jepang mulai tercatat pada sekitar abad ke-3 M. Orang-orang kepulauan Jepang saat itu mulai berinteraksi dengan orang-orang dari Daratan Tiongkok dan Semenanjung Korea. Memang saat itu, Jepang menjalin hubungan dengan Tiongkok baik melalui perdagangan maupun memperkenalkan kebudayaan. Hal tersebut kemudian melahirkan kebudayaan baru yang merupakan hasil dari akulturasi antara budaya Jepang dengan budaya Tiongkok.
Kondisi perpolitikan Jepang mempengaruhi kehidupan masyarakat Jepang. Pada masa era Rezim Tokugawa, orang-orang Eropa dilarang datang ke negeri Jepang, kecuali orang Belanda yang diizinkan untuk menetap di Denzima. Orang-orang Belanda diizinkan datang dan berdagang di Jepang dengan syarat melaporkan tentang situasi yang berkembang di dunia saat itu. Dengan adanya orang-orang Belanda, para intelektual Jepang mulai mempelajari ilmu pengetahuan modern dengan menerjemahkan buku-buku sains berbahasa Belanda.
Pada tahun 1850-an, Kapal Amerika Serikat datang dan memaksa Jepang untuk mencabut larangan berdagang dengan negara-negara luar. Kemudian negara-negara Eropa menyusul untuk menuntut hak dagang di Jepang. Kemajuan teknologi Amerika Serikat dan negara-negara Eropa membuat Jepang terpaksa mencabut kebijakan isolasinya. Hal ini kemudian menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah Tokugawa, sehingga terjadilah kudeta. Rezim Tokugawa kemudian digantikan oleh pemerintahan baru bernama Meiji.
Jepang Pada Masa Meiji
Kaisar Meiji |
Pada tahun 1868, dimulailah era pemerintahan Meiji. Jepang yang saat itu terbelakang dalam berbagai hal terpaksa membuka diri dengan negara-negara luar. Pemerintah Meiji mengutus para petinggi pemerintahan yang dipimpin oleh Iwakura Tomomi untuk melakukan kunjungan ke Amerika Serikat dan 11 negara Eropa (Inggris, Perancis, Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Rusia, Denmark, Swedia, Italia dan Austria). Dalam kunjungan tersebut, Jepang mengambil pelajaran bahwa harus mencontoh negara-negara Eropa dalam berbagai bidang.
Rute perjalanan delegasi Jepang, Iwakura Tomomi, Desember 1871 - September 1873. |
Pemerintah Jepang juga harus meningkatkan kualitas SDM, memajukan industri, memperkuat militer dan mereformasi pendidikan. Pemerintah Jepang juga harus bekerja sama dengan para tokoh masyarakat dan para cendekiawan untuk memajukan SDM Jepang. Pemerintah Jepang pada masa Meiji ini berusaha untuk meniru sistem negara-negara Eropa, seperti membentuk institusi pemerintahan modern, melaksanakan sistem wajib belajar dan mengesahkan undang-undang.
Pada tahun 1868, Kaisar Meiji mengumumkan falsafah negara baru, yang terdiri dari 5 dasar, antara lain:
1. Pemerintah harus melibatkan publik dalam sebuah diskusi dan mengambil semua keputusan.
2. Seluruh masyarakat harus bersatu dan aktif dalan tugas kenegaraan.
3. Seluruh rakyat harus aktif mengejar cita-citanya masing-masing.
4. Membuang tradisi lama yang menghambat kemajuan negara, serta segala hal harus diputuskan berdasarkan hukum keadilan universal.
5. Kejar ilmu pengetahuan untuk kepentingan kejayaan negara.
Dari 5 hal inilah yang menjadi landasan untuk menjadikan Jepang sebagai negara maju. Masyarakat Jepang juga dituntut untuk meningkatkan kualitas SDM demi kemajuan negara.
Western Shock Pada Awal Era Meiji
Sejak era Meiji terbentuk pada tahun 1868, strata sosial dihapuskan, sehingga semua rakyat Jepang bebas memilih profesi, pola hidup dan tempat tinggal. Hal ini kemudian mengakibatkan semua orang bebas melakukan apa saja sesuai dengan kehendaknya masing-masing. Hal ini kemudian menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Jepang.
Pada masa Meiji, pengaruh negara-negara Eropa mulai menyebar ke seluruh masyarakat Jepang. Memang terdapat dampak positif dari pengaruh negara-negara Eropa, seperti yang dijelaskan diatas tadi. Namun terdapat juga beberapa dampak negatif, salah satunya western shock. Masyarakat Jepang yang mulai mengenal kebudayaan barat, kemudian mulai terobsesi dan overdosis dalam mengadopsi kebudayaan tersebut. Hal tersebut menyebabkan masyarakat Jepang terlihat kampungan saat itu dan dikhawatirkan kebudayaan Jepang akan hilang seiring dengan berjalannya waktu.
Georges Ferdinand Bigot (1860-1927), seorang pelukis dari Perancis yang bermukim di Jepang saat itu menggambarkan pemandangan tersebut melalui karikaturnya. Bigot menyindir gaya hidup masyarakat Jepang yang sok kebarat-baratan, tapi justru terlihat kampungan saat itu. Hal ini menyebabkan citra Jepang menjadi buruk. Jepang diremehkan oleh negara-negara Eropa dan dipandang sebelah mata oleh negara-negara maju di dunia karena sebagian besar masyarakatnya dianggap kampungan.
Pada saat itu, banyak masyarakat Jepang yang bergaya hidup kebarat-baratan baik dalam hal pakaian, pola hidup maupun tata krama. Masyarakat Jepang juga berlomba-lomba pamer kekayaan saat itu. Ilmu pengetahuan dari Eropa menyebabkan ajaran Budha dan Konfusianisme tidak digubris. Majalah porno laris manis dibeli di pasaran. Tempat hiburan juga selalu ramai dengan acara huru-hara.
Sejumlah partai politik lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum. Surat kabar dipenuhi dengan berita-berita negatif, seperti pembunuhan, pelacuran, dan lain-lain. Banyak masyarakat Jepang yang semena-mena dalam menggunakan fasilitas umum, misalnya mabuk-mabukan, buang air sembarangan, tidak mau memberi tempat duduk pada wanita dan anak-anak, dan lain-lain. Banyak juga masyarakat Jepang yang bercumbu dengan pelacur di depan umum.
Upaya Untuk Memperbaiki Western Shock
Memasuki pertengahan tahun 1880-an, western shock yang terjadi di Jepang saat itu mulai memudar. Demam kebarat-baratan ini sudah terjadi selama 20 tahun. Penyebab memudarnya western shock ini dikarenakan kritik yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat. Para tokoh masyarakat saat itu mulai mengkritisi gaya hidup masyarakat Jepang yang kebarat-baratan dan cenderung tidak rasional.
Pada tahun 1889, sejumlah tokoh masyarakat mendirikan Asosiasi Reformasi Pola Hidup Jepang. Latar belakang berdirinya asosiasi ini disebabkan karena para tokoh masyarakat mengagumi sikap disiplin dan santun masyarakat negara-negara maju. Para tokoh masyarakat juga mengajak masyarakat untuk bersikap selektif dalam menyikapi sebuah kebudayaan. Kebudayaan asing yang bermanfaat boleh dipergunakan.
Upaya reformasi pola hidup ini didukung oleh pemerintah Jepang saat itu. Beberapa media massa juga mengkampanyekan reformasi pola hidup ini kepada masyarakat. Kerjasama antara pemerintah, tokoh masyarakat dan masyarakat menyebabkan Jepang kemudian berkembang menjadi negara maju yang dapat kita lihat saat ini.
Sumber :
Ong, Susi. 2017. Seikatsu Kaizen Reformasi Pola Hidup Jepang, (Jakarta: Elex Media Komputindo).
Sumber Gambar :
https://www.britannica.com/event/Meiji-Restoration
Ong, Susi. 2017. Seikatsu Kaizen Reformasi Pola Hidup Jepang, (Jakarta: Elex Media Komputindo).
Komentar